Jakarta – Indonesia Indicator, sebuah perusahaan di bidang intelijen media, analisis data, dan kajian strategis, menyebutkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendapatkan sentimen positif beberapa bulan belakangan ini karena dianggap berhasil menyederhanakan sejumlah regulasi dengan pemanfaatan teknologi digital.
Media Analyst Indonesia Indicator Widya Reghsa mengungkapkan, berdasarkan data yang dianalisa dari Mei hingga November 2021, sentimen positif terbesar Ditjen Otda itu muncul karena perannya dalam menyederhanakan regulasi, salah satunya ditandai dengan peluncuran e-Perda.
“Yang tertangkap di media, e-Perda merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan. Apalagi Covid-19 mengharuskan adanya transformasi digital. Nah, e-Perda ini mendapat perhatian dari publik,” ujar Widya dalam Podcast Proaktif: Ditjen Otda Kemendagri Mendengar pada Kamis (25/11/2021).
Widya menjelaskan, keberhasilan Ditjen Otda menelurkan kebijakan atau program e-Perda yang telah disosialisasikan di 6 provinsi tersebut disambut sentimen positif di media sosial dan media konvensional.
“Ditjen Otda merupakan sesuatu yang menarik bagi masyarakat. Apalagi belakangan terdapat beberapa dinamika seperti Covid-19, Undang-Undang Otsus sampai kepada bagaimana Perda itu bisa bermanfaat bagi masyarakat,” lanjut Widya.
Adapun terkait isu Otonomi Khusus (Otsus), kata Widya, hal ini direspons cukup baik di media sosial. Menurutnya, publik, mulai dari kalangan milenial hingga yang berusia di atas 35 tahun, cukup mengikuti topik ini. “Isu ini cukup konsisten dibahas masyarakat sejak Mei hingga kini. Bisa kita sebut publik cukup aware dengan isu Otsus Papua ini,” urainya.
Widya pun menyarankan agar di media sosial perlu ditampilkan hal-hal yang menyentuh sisi emosional masyarakat, misalnya terkait reformasi birokrasi. Sebab, ia melihat baru kalangan tertentu yang paham soal isu ini. Untuk itu, menurutnya, Ditjen Otda Kemendagri dapat menjelaskan lebih detil tentang maksud dan tujuan dari pelaksanaan reformasi birokrasi ini. “Kita harus dapat menjelaskan apa manfaat dari reformasi birokrasi,” ujarnya mencontohkan.
Selain itu, kata Widya, perlu juga dijelaskan tentang kultur seperti apa yang hendak dibangun melalui pemangkasan struktur yang dilakukan dalam kebijakan reformasi birokrasi tersebut. “Sehingga menggerakkan masyarakat untuk ikut membahas agenda tersebut,” sambungnya.
Menanggapi analisa tersebut, Direktur Jenderal (Dirjen) Otda Kemendagri Akmal Malik mengatakan, instansi yang dia pimpin memiliki lingkup tugas yang cukup kompleks. Selain Otsus, masih banyak hal lainnya yang menjadi lingkup pembinaan Ditjen Otda.
Misalnya, Ditjen Otda juga fokus pada pembinaan terhadap aktor penyelenggara pemerintah daerah. Sebab, menurut Akmal, baik buruknya penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat bergantung pada dua aktor utama, yakni kepala daerah dan DPRD.
Akmal pun menyadari banyak daerah yang telah menjalankan roda pemerintahannya dengan baik. Namun sayangnya, hal-hal positif seperti itu tidak muncul di media. “Yang muncul biasanya hanya ramai kalau ketangkap KPK dan yang negatif. Padahal ada banyak kebaikan yang dilakukan kepala daerah tapi tidak muncul,” imbuhnya.
Sementara itu, terkait reformasi birokrasi, Akmal Malik kembali merujuk pada arahan Presiden Joko Widodo. Seperti diketahui, Presiden pernah mengatakan bahwa rantai birokrasi di Indonesia terlalu panjang. Hal ini membuat proses perizinan menjadi panjang. Karena itu, pemangkasan terhadap hal-hal yang dinilai memperlambat ini perlu dilakukan.
Akmal pun menambahkan, bukan hanya soal struktur, tetapi yang tak kalah penting adalah membangun budaya kerja baru bagi para aparatur pemerintah daerah. “Struktur yang dipangkas ini juga harus ikut serta mempengaruhi kultur yang tidak mempersulit masyarakat,” sambung Akmal.
Hingga saat ini, Ditjen Otda telah memangkas hampir 143 ribu jenis jabatan di lingkungan pemerintah daerah. Kebijakan ini merupakan implementasi agenda reformasi birokrasi yang notabene menjadi salah satu fokus utama Presiden.