Jakarta- Sekretaris Jenderal Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfudz Siddiq mengungkapkan kemungkinan politik identitas muncul dalam Pemilu atau Pilpres 2024. Dan pemilu 2024, menurut Mahfudz, kemungkinan juga masih berada dalam situasi Pandemi Covid-19.
Di tengah Pemilu ‘rasa pandemi’ itu, Mahfudz mengingatkan semua pihak untuk mengantisipasi munculnya kembali politik identitas yang menciptakan pembelahan atau polarisasi dahsyat di masyarakat. Padahal, menurut Mahfudz, pembelahan sebagai dampak dari Pemilu 2019 belum sepenuhnya hilang.
Hal itu dikatakan Mahfudz dalam Webinar Moya Institute bertajuk “Pandemi dan Siklus Politik Indonesia Jelang 2024 “, Jumat (21/1/2022).
“Kemunculan politik identitas itu, antara lain bisa muncul dari tokoh-tokoh politik yang rekam jejak nya menunjukkan keterkaitan dengan politik identitas. Kita sama-sama tahu, kini sudah muncul nama-nama tokoh dalam survei-survei calon presiden, termasuk yang dilakukan SMRC (Saiful Mujani Research and Consulting ),” ujar Mahfudz.
“Dan dari nama-nama itu, saya ambil contoh pak Anies Baswedan yang dalam persepsi publik pernah punya keterkaitan dengan politik identitas di masa lalu, sangat mungkin mengikutsertakan politik identitas kembali, bila maju dalam kompetisi pemilu 2024,” tambah Mahfudz.
Mahfudz pun menyinggung ide pengunduran jadwal pemilu 2024, sebagaimana disampaikan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Menurut Mahfudz, bila Pemilu 2024 diundur dua atau tiga tahun, hal itu akan memberikan peluang pada kelompok-kelompok yang mengusung politik identitas untuk melakukan mobilisasi.
“Dan itu, akan membuat pembelahan masyarakat semakin dahsyat, serta kohesi sosial terganggu,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Pemerhati Politik dan Isu-isu Strategis Prof Imron Cotan menyatakan, politik identitas selalu tumbuh apabila situasi krisis, seperti yang diakibatkan pandemi Covid-19 muncul dan berkelanjutan.
Berdasarkan kajian ilmu politik, ujarnya, krisis berkelanjutan memang mengundang munculnya politik identitas.
“Yang selalu dijadikan rujukan oleh para pakar, dan saya sepakati, adalah kemunculan Presiden Fonald Trump di Amerika serta Presiden Jair Bolsonaro di Brazil. Keduanya muncul berbasiskan politik identitas, akibat krisis yang melanda negeri mereka masing-masing. Hal itu yang kita tidak inginkan terjadi di Indonesia,” ujar Imron.
Karena itu, Imron menyatakan, agar mencegah politik identitas maupun polarisasi muncul di tengah masyarakat, situasi pandemi ini harus ditangani dengan baik.
Dan sejauh ini, tambahnya, penanganan pandemi oleh negara sudah cukup baik, ke-5 terbaik di dunia.
“Bila penanganan pandemi ini baik, ekonomi membaik, potensi kemunculan politik identitas dan dikotomi masyarakat juga bisa dicegah. Dan, Indonesia bisa melaksanakan pemilu 2024 dengan baik juga,” ujar Imron.